Raden Ajeng Kartini dikenal sebagai pelopor emansipasi perempuan Indonesia melalui pemikiran progresifnya tentang pendidikan dan kesetaraan. Namun, sedikit yang menyadari bahwa di balik pemikiran modernnya, Kartini juga merupakan seorang santri yang menimba ilmu agama dari ulama besar, KH Sholeh Darat. Hubungan spiritual antara Kartini dan Mbah Sholeh Darat menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam turut membentuk pemikiran dan perjuangannya.
Siapa KH Sholeh Darat?
KH Muhammad Sholeh bin Umar al-Samarani, atau lebih dikenal sebagai KH Sholeh Darat, adalah seorang ulama besar asal Semarang yang hidup pada abad ke-19. Beliau merupakan guru spiritual dan intelektual bagi banyak tokoh, termasuk pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy’ari, dan RA Kartini. Karya-karyanya, seperti Kitab Faidh al-Rahman (tafsir Al-Qur’an dalam bahasa Jawa), menjadi bukti kedalaman ilmunya.
Kartini dan Pertemuannya dengan KH Sholeh Darat
Pada suatu hari, Kartini menghadiri pengajian KH Sholeh Darat bersama ayahnya, RMAA Sosroningrat, Bupati Jepara. Saat itu, Mbah Sholeh Darat sedang mengajarkan tafsir Surah Al-Fatihah. Kartini terkesan dengan penjelasannya yang mendalam namun mudah dipahami. Dalam suratnya kepada Stella Zeehandelaar, Kartini menyebutkan kegembiraannya saat menerima terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Jawa dari seorang ulama (diduga KH Sholeh Darat).
Pengaruh KH Sholeh Darat pada Pemikiran Kartini
- Pemahaman Islam yang Mendalam
Melalui KH Sholeh Darat, Kartini mempelajari Islam secara lebih substantif, bukan sekadar ritual. Ini tercermin dalam surat-suratnya yang kerap mengutip ayat Al-Qur’an untuk mendukung gagasan kesetaraan perempuan. - Semangat Pendidikan
KH Sholeh Darat dikenal sebagai ulama yang mendorong pendidikan inklusif, termasuk bagi perempuan. Kartini kemudian mengadopsi semangat ini dengan mendirikan sekolah untuk anak perempuan di Jepara. - Kritik terhadap Feodalisme
Ajaran KH Sholeh Darat tentang kesetaraan manusia di hadapan Allah menginspirasi Kartini untuk mengkritik feodalisme Jawa yang mengekang hak-hak perempuan.
Kartini dan Tafsir Al-Qur’an Berbahasa Jawa
Salah satu momen penting adalah ketika Kartini meminta KH Sholeh Darat menerjemahkan Al-Qur’an ke bahasa Jawa agar bisa dipahami masyarakat awam. Meski saat itu kolonial Belanda melarang penerjemahan Al-Qur’an, Mbah Sholeh Darat tetap melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Karya ini kelak menjadi rujukan penting bagi umat Islam Jawa.
Kesimpulan
RA Kartini tidak hanya seorang feminis modern, tetapi juga santri yang menggali nilai-nilai Islam dari guru spiritualnya, KH Sholeh Darat. Jejak keilmuannya menunjukkan bahwa perjuangan Kartini tidak terpisah dari nilai-nilai agama, melainkan justru diperkuat olehnya. Kisah ini mengingatkan kita bahwa emansipasi dan spiritualitas dapat berjalan beriringan